Lagi 7 Perkara Penting Tentang Hadiah

1) Jangan pula mengungkit-ungkit hadiah yang telah diberi.

Allah Ta’ala berfirman,

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Al-Baqoroh: 263-264)

Dari Abu Dzar RA, Nabi SAW bersabda, “Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan memandangnya, tidak akan meyucikannya, bagi mereka azab yang pedih.” Rasulullah SAW mengulangi hal itu sampai tiga kali. Abu Dzar berkata, “Benar-benar rugi mereka-mereka itu.” Abu Dzar pin bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Beliau pun menjawab,

1- Orang yang isbal, pria yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki.

2- Orang yang mengungkit terus apa yang ia sedekahkan.

3- Orang yang melariskan dagangan dengan sumpah yang dusta.” (HR Muslim, no. 106)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, “Al-mannan itu yang tidak memberi sesuatu melainkan ia selalu mengungkit-ungkitnya.”

 

2) Saling memberi hadiah antara suami isteri juga penting agar semakin kuatnya cinta antara keduanya.

Cuba lihat yang disebutkan tentang mas kawin dalam ayat berikut.

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisaa’: 4)

Ayat tersebut menunjukkan boleh saja isteri memberi hadiah pada suami dari mahar (mas kawin) yang telah diberi. Hadiah antara suami isteri menunjukkan cinta antara mereka. Bentuknya juga bisa dengan bertutur kata yang baik, mengutarakan kata-kata romantis antara mereka hingga pada senyuman manis.

Bagaimana jika hanya punya satu hadiah, kepada siapakah diberi?

Kata Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam Fiqh Al-Akhlaq, hlm. 72, dahulukan orang yang paling dekat. Dahulukan yang punya kedekatan nasab (keturunan) dan kedekatan sebagai tetangga.

Cuba perhatikan dahulu isteri Nabi SAW bernama Maimunah, ketika itu ia memiliki seorang budak wanita dan ia merdekakan budak tersebut (sebagai bentuk sedekah, -pen.). Nabi SAW lantas mengatakan pada Maimunah,

“Cuba engkau memberikan budak tersebut pada bibimu tentu lebih besar pahalanya.” (HR Bukhari, no. 2592 dan Muslim, no. 999)

 

3) Boleh menerima hadiah dari bukan muslim dan boleh juga memberi hadiah kepadanya.

Seorang Yahudi pernah memberikan pada Nabi SAW daging kambing, lantas Nabi SAW menerima dan menyantapnya.

Juga masih boleh berbuat baik dengan memberi hadiah pada bukan muslim sebagaimana kesimpulan dari ayat:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu kerana agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu kerana agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9)

Umar juga pernah memberikan hadiah berupa kain pada saudaranya yang musyrik di Makkah sebelum saudaranya masuk Islam.

Catatan:

Selama bukan muslim tersebut dengan hadiah tadi tidak menindas kaum muslimin, maka tidak masalah memberi hadiah padanya.

Termasuk juga tidak boleh menerima dan memberi hadiah pada bukan muslim terkait dengan hari raya atau ibadah mereka.

 

4) Ada hadiah yang tidak boleh ditolak yaitu minyak wangi, susu dan bantal.

Dari Ibnu ‘Umar RAma, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,

“Tiga hal yang tidak boleh ditolak; (1) bantal, (2) minyak rambut dan (3) susu.” (HR Tirmidzi, no. 2790. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahawa hadis ini hasan)

Dari Anas RA, ia menyatakan bahawa Nabi SAW tidak pernah menolak jika diberi hadiah minyak wangi. (HR Bukhari, no. 2582)

Dalam hadis juga disebutkan, “Siapa yang diberi hadiah minyak wangi, maka janganlah menolaknya kerana yang paling mudah untuk dibawa adalah bau yang wangi.” (HR Muslim, no.  2253, dari Abu Hurairah)

 

5) Sebaliknya hadiah yang mesti ditolak, di antaranya:

  • Hadiah dalam rangka sogok pada agama. Contohnya pada kisah ratu Balqis yang memberi hadiah pada Nabi Sulaiman AS dengan tujuan supaya Nabi Sulaiman menyembah matahari, lantas Nabi Sulaiman menolaknya.
  • Hadiah dalam rangka sogok untuk memutar balikkan kebenaran dan kebatilan.
  • Hadiah pada pegawai dan pekerja negara yang ada sangkut pautnya dengan jabatan dan pekerjaannya.
  • Hadiah yang asalnya dari barang curian atau dari sesuatu yang haram.
  • Hadiah yang maksudnya diberi untuk dapat gantian lebih banyak. Jika tidak dapat gantian lebih banyak, ia murka.
  • Hadiah kerana sebab utang, sebelum utang tersebut dilunasi.
  • Hadiah dari al-mannan, yang biasa mengungkit-ungkit pemberian.

 

6) Ada hadiah yang dilarang untuk diberikan, iaitu:

  • Hadiah yang diberikan pada safih, orang yang menggunakan hadiah dalam maksiat atau membuat kerosakan.
  • Hadiah yang diberikan secara tidak adil pada anak-anak. Dalam hadis disebutkan, “Bertakwalah pada Allah dan adillah pada anak-anak kalian.” (HR Bukhari, no. 2587 dan Muslim, no. 1623)

    Dalam kehidupan, kadangkala kita memberikan hadiah sebagai tips dan yang diberi menerimanya. Wang tips semacam ini terlarang jika memang yang diberi sudah diberi gaji dari tugasnya seperti pada pegawai negeri atau pejabat.

    Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri, ia mendengar ‘Urwah telah mengabarkan kepada kami, Abu Humaid As Sa’idi mengatakan,

    Pernah Nabi SAW mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Orang itu datang sambil mengatakan, “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi SAW berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi ‘naik mimbar’-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda,

    “Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cubalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi zat yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“

    Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan, “Ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR Bukhari, no. 7174 dan Muslim, no. 1832)

    Ada hadis pula dari Abu Humaid As Sa’idiy. Rasulullah SAW bersabda,

    “Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat).” (HR Ahmad, 5: 424. Syaikh Al-Albani menshohihkan hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Irwa’ul Gholil, no. 2622)

    Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah mengatakan, “Adapun hadis Abu Humaid, maka di sana Nabi SAW menjelek-jelekkan Ibnul Lutbiyyah yang menerima hadiah yang dihadiahkan kepadanya. Padahal kala itu dia adalah seorang pekerja sahaja (ia pun sudah diberi jatah upah oleh atasannya, pen).” (Fath Al-Bari, 5: 221)

    Perbezaan hadiah dan sedekah

    Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah berikut ini, “Sedekah itu dikeluarkan dalam rangka ibadah tanpa maksud diberikan kepada orang tertentu, dikeluarkan pada orang-orang yang memerlukan. Sedangkan hadiah itu dikeluarkan untuk memuliakan orang tertentu, boleh jadi maksudnya kerana cinta atau bentuk sedekah, atau boleh juga diserahkan pada orang yang memerlukan.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 31: 269)

     

    7) Hendaknya membalas hadiah. Kalau tidak mampu, maka hendaknya mendoakan orang yang memberi.

    Dalam hadis disebutkan,

    “Siapa yang memberikan kebaikan untuk kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak mampu membalasnya, doakanlah ia sampai-sampai engkau yakin telah benar-benar membalasnya.” (HR Abu Daud no. 1672 dan An-Nasa’i no. 2568. hadis ini disohihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim dan disepakati oleh Adz Zahabi).

    Dari Usamah bin Zaid, ia berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda,

    “Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia katakan kepada orang yang memberikan kebaikan tersebut, “Jazakallahu khoiron (semoga Allah membalas dengan kebaikan)”, seperti itu sudah sangat baik dalam memuji.” (HR Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasa’i dalam Al-Kubro, no. 10008, juga dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 180. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahawa sanad hadis ini hasan).

     

    Rujukan:

    Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab Al-‘Aziz. Cetakan ketiga, tahun 1431 H. Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.

    Fiqh Al-Akhlaq wa Al-Mu’amalaat ‘ala Al-Mu’miniin, Cetakan Pertama, tahun 1418 H, Syaikh Musthofa Al-‘Adawi, Penerbit Dar Majid ‘Usairi.

    Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm.

    Maktabah Syamilah, kitab hadis dan referensi lain.

     

    Terima kasih kepada sumber https://rumaysho.com/15422-21-faedah-tentang-hadiah.html

    Apakah pendapat anda tentang isu di atas?

    Nama .
    .
    Pendapat / Cadangan .

    Sila klik "Pertanyaan Rawatan" sekiranya anda ingin membuat pertanyaan berkaitan penyakit atau masalah.